27 Juni 2007

Marissa Haque CS Minta Waktu Satu Minggu

Bekas Cawagub banten, Marissa Haque gigih meminta majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara ( PTUN ) agar memutuskan 1 minggu ke depan untuk melaksanakan sidang terakhir dalam membacakan kesimpulan sidang yang telah berlangsung hampir enam bulan itu. " Saya keberatan jika sidang terakhir kesimpulan itu waktunya 2 minggu lagi, karena ditakutkan nantinya akan ada suap atau permainan kotor hukum " kata Marissa kepada Nostop kemarin ( 25/6).

Meski keberatan, akhirnya Ketua Hakim Pengadilan Kadar Slamet tetap mengetok palu dengan keputusan sidang kesimpulan dilakukan 2 minggu ke depan. Namun artis cantik yang juga mantan anggita DPR itu berharap pengadilan di PTUN masih sebagai pengadilan yang bersih dan berbeda dengan pengadilan lain yang telah tersebar virus mafia peradilan. " Saya masih menaruh harapan besar di PTUN ini dengan hakim yang bersih dari suap, " ujar dia.

Menurut kuasa hukum Marissa, Poloan Khairil, penentuan keputusan waktu sidang kesimpulan memang merupakan hak dari keputusan majelis hakim." Memamg ketentuan kapan waktu kesimpulan tidak di tentukan. Tapi itu hak dari majelis hakim untuk menentukannya. Kalau dari kita 1 atau 2 minggu tidak ada persoalan. 3 Hari saja kita sanggup untuk membuat kesimpulan itu. Kalau klien saya ( Marissa ) keberatan 2 minggu dan minta 1 minggu, itu adalah hal wajar karena takut ada sesuatu yang tidak di inginkan, seperti suap, jika waktu kesimpulan itu cukup lama, " jelas Poloan. ( ONE )

[sumber : Nostop ]

19 Juni 2007

Jabatan Ratu Atut di ujung tanduk

Politisi cantik Marissa Haque optimis bakal memenangkan gugatannya mengenai KEPRES SBY No. 74 tentang Pelantikan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah yang di nilai cacat hukum dapat di menangkan PTUN. Soalnya, saksi di persidangan membuktikan pelantikan Atut sebagai Gubernur Banten terbukti cacat hukum.

Keyakinan itu di sampaikan kuasa hukum Marissa, Danu Asmara kemarin. Menurutnya peluang menang sangat besar, sebab fakta yang sebenarnya sesuai dengan penyampaian saksi-saksi ahli di persidangan yang menyatakan pelantikan Atut cacat hukum.

Danu menegaskan, persidangan berlangsung paling lama tinggal tiga kali untuk selanjutnya diputuskan. " Semua saksi sudah di hadirkan dan semua bukti sudah di lampirkan. Ya paling tinggal tiga kali lagi persidangan. Sebab jika tidak, maka hakim menyalahi aturan hukum PTUN, dimana pengadilan harus berlangsung selama enam bulan.

Kalau sampai lewat tiga kali persidangan, maka hakim akan kita laporkan ke Mahkamah Konstitusi, " terangnya.Hakim Ketua Persidangan Kadar Slamet menyatakan, sidang hanya akan di langsungkan satu kali lagi pada pekan depan, Senin ( 25/6).

" Senin depan merupakan hari terakhir sidang dan selanjutnya menarik kesimpulan serta memutuskan hasil persidangan, " tuturnya.Sidang gugatan Marissa yang di gelar PTUN memang cukup melelahkan telah berlangsung sejak Maret 2007. ( ONE )

[ sumber : Nonstop ]

28 Mei 2007

Gugatan Marissa Haque Kembali Disidangkan

(ANTARA News) - Gugatan Marissa Haque terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kembali disidangkan di PTUN Jakarta, Senin, dan politisi berlatar belakang artis ini menganggap proses persidangan mulai menunjukkan titik terang. Icha yang telah menjadi calon gubenur Banten pada Pilkada Banten menggugat Presiden terkait Kepres No.74/2006 mengenai pelantikan Gubenur Banten Ratu Atut. Sidang menghadirkan, dua saksi ahli ahli, yaitu Linguistik dari Unika Atmajaya, Prof Dr Bambang Kaswanti dan Ahli Hukum Administrasi Negara UI Dr Anna Erliyana.

Menurut Bambang Kaswanti dari sisi tata bahasa dan hukum administrasi negara, SK presiden memberhentikan Gubenur Djoko Munadar bersifat sementara, maka kursi itu jabatan sementara. Karena itu, penggantinya adalah "penjabat" bukan "pejabat". "Dalam buku kamus Bahasa Indonesia juga menyebutkan `pejabat sementara` adalah `penjabat` bukan `pejabat`," kata kata Bambang Kaswanti. Ahli Hukum Administrasi Negara UI Dr Anna Erliyana menyebutkan, secara substansial Kepres pengangkatan Gubenur Banten telah cacat hukum administrasi negara.

Menurut Anna, Kepres 169 tentang penonaktifan Gubenur Joko Munandar dan ditunjuk pelaksana tugas (Plt) sebagai pengganti.Istilah Plt cacat hukum secara subtansi karena tidak melihat azas kecermatan. Padahal UU No 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, PP No.6/2005, PP 17/2005 tentang Perubahan UU 32, KPU 04/2006 Pasal 4 point p serta PP No 12 Pasal 28 Ayat (1) butir b menyebutkan "penjabat" alias "bukan pejabat" tidak boleh mencalonkan diri jadi kepala daerah. Artinya saat mencalonkan tidak dalam status "penjabat" dalam daerah. Disinggung hal itu melanggar hak setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih, Anna berpendapat, memang setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih.

Namun, kalau mau dipilih, maka yang bersangkutan harus terlebih dahulu mengundurkan diri ataupun menyatakan nonaktif. Menanggapi hal itu, Icha usai persidangan mengemukakan, pihaknya hanya ingin mengungkapkan keadilan dan demokrasi konstitusi.(*)

[sumber : ANTARA]

10 April 2007

Sidang Gugatan Marissa

(ANTARA News) - Sidang gugatan Marissa Haque terhadap Presiden terkait Keppres pelantikan Gubernur Provinsi Banten Ratu Atut Chosiyah dilanjutkan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Timur, Senin. Icha --panggilan artis yang politisi ini-- menggugat Presiden karena telah mengeluarkan Kepres pelantikan kepada Ratu Atut sebagai Gubenur Banten.Ratu Atut dilantik setelah ditetapkan sebagai pemenang dalam Pilkada gubernur/wakil gubernur propinsi tersebut.

Pada sidang kelima di PTUN itu tidak tampak kuasa hukum Presiden. Icha pada saat Pilkada merupakan Cawagub yang mendampingi Cagub Banten Zulkieflimansyah. "Kita tetap buka sidang ini dan kita tetap catat meski dari pihak tergugat tidak hadir. Kita akan beri waktu sampai dua minggu ke depan (23/4) untuk tergugat memberikan jawabannya. Tapi, jika pihak tergugat tetap tidak hadir dan memberikan jawaban, maka akan kita teruskan dengan pembuktian," kata Ketua Hakim Sidang, Kadar Slamet.

Kuasa hukum Icha, Suci Madeo, kecewa dengan pernyataan hakim. "Kita tidak bisa terima alasan itu," kata Suci. Icha mengatakan gugatannya itu diarahkan untuk mempermasalahkan posisi Atut sebagai carateker atau PLT Gubenur Banten saat mengikuti Pilkada. "Kita hanya fokus mengarahkan persoalan carateker. Atut itu bukan incumbent saat ikut pilkada, tapi, carateker alias penjabat, bukannya pejabat. Baik dalam PP No 6 ataupun yang sudah direvisi menjadi PP No 17, keduanya menyebutkan kalau carateker atau PLT tidak boleh ikut Pilkada," katanya.(*)

[sumber: ANTARA]

03 April 2007

PTUN "Usir" Kepala Biro Hukum, Minta Ratu Atut Datang

JAKARTA, KOMPAS--Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Senin (2/4) meminta Kepala Biro Hukum Pemprov Banten Syafrudin untuk pulang karena kasus hukum ini adalah kasus pribadi Ratu Atut Chosiyah. Karena itu majelis hakim PTUN yang dipimpin Kadar Slamet berpendapat Ratu Atut harus datang sendiri ke PTUN menghadapi kasus hukum ini. Sidang di PTUN Jakarta itu dimulai pukul 11.20 hingga pukul 12.30.

Ketua majelis hakim PTUN yang mengadili perkara ini, Kadar Slamet didampingi anggota Lulik Tri Cahayoningrum menegaskan, Ratu Atut Chosiyah tidak patut menggunakan fasilitas negara. Mengirim utusan yaitu Kepala Biro Hukum Pemprov Banten Syafrudin dalam sidang PTUN ini sama dengan menggunakan fasilitas negara. Majelis hakim PTUN berpendapat kasus gugatan itu merupakan kasus Atut pribadi. Zulkieflimansyah-Marissa Haque menggugat Keputusan Presiden (Keppres) No 74/P/2006 tanggal 29 Desember 2006 tentang pengangkatan Ratu Atut Chosiyah-Moch Masduki sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Banten.

Ini masalah pribadi Ratu Atut sebagai kandidat Gubernur Banten. Marissa Haque kepada Kompas mengatakan, kasus seperti ini baru kali pertama terjadi. Ratu Atut sebagai penjabat atau Pelaksana Tugas Gubernur Banten, seharusnya mundur dulu enam bulan sebelum mencalonkan diri. "Ratu Atut itu penjabat bukan pejabat. Baca Kamus Besar Bahasa Indonesia halaman 342 tentang perbedaan arti penjabat dan pejabat. Karena itu saya menggugat Atut yang saya nilai melanggar hukum," kata Marissa.

Tim pengacara Zulkieflimansyah-Marissa Haque terdiri dari Suci Madio, Kores Tambunan, dan Radja Bonaran Situmeang mengatakan, Zul-Icha menggugat Ratu Atut karena melakukan kejahatan administrasi negara.Atut dinilai melanggar UU No 32 Tahun 2004 pasal 58 (p), Peraturan Pemerintah No 17 Tahun 2005, PP No 6 Tahun 2006 pasal 38 (1) p, dan Keputusan KPUD Banten No 4 Tahun 2006 pasal 4 (p). Semua aturan perundangundangan dan turunannya menyatakan bahwa penjabat tidak boleh ikut Pilkada kecuali mengundurkan diri enam bulan sebelumnya. Sebagai pengganti sementara, Depdagri menunjuk pejabat sementara yang netral agar asas keadilan terjaga. Marissa menilai, Ratu Atut telah melakukan kebohongan publik dengan menyebutkan diri pejabat, padahal sesungguhnya yang bersangkutan adalah penjabat. Sidang PTUN ini dilanjutkan pekan depan, untuk mendengarkan keterangan Ratu Atut Chosiyah. (Laporan Wartawan Kompas R Adhi Kusumaputra)

[sumber : kompas cyber media]

12 Maret 2007

Sengketa Pilkada BantenPengangkatan Ratu Atut Mulai Disidang di PTUN

Jakarta, 12 Maret 2007 16:52-Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) DKI Jakarta, Senin (12/3), mulai menyidangkan gugatan Marissa Haque terhadap Keputusan Presiden (Keppres) yang mengangkat Ratu Atut Chosiyah sebagai Gubernur Banten terpilih. Sidang pertama ini digelar untuk memeriksa kelengkapan berkas perkara yang diajukan oleh pemohon. Marissa, berdasarkan gugatan melalui kuasa hukumnya, Bonaran Situmeang, menyatakan Keppres No 74/P/2006 tentang pengangkatan Ratu Atut Chosiyah sebagai Gubernur Banten terpilih, harus dinyatakan cacat hukum karena Ratu Atut melakukan pelanggaran saat pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).

Dasar dikeluarkannya Keppres itu, menurut Bonaran, karena adanya keputusan KPUD No 25/KP-KPUD/2006 tertanggal 6 Desember 2006 tentang pengesahan Ratu Atut sebagai Gubernur Banten terpilih. Padahal, lanjut Bonaran, Ratu Atut saat mengikuti pilkada melakukan pelanggaran, dengan tidak mengindahkan pasal 38 ayat 1 huruf p PP No 6 Tahun 2005, yang mengatur bahwa setiap pejabat yang mencalonkan diri sebagai peserta pilkada harus terlebih dahulu mengundurkan diri.

"Dengan adanya pelanggaran itu, maka KPUD (Komisi Pemilihan Umum Daerah) juga melanggar hukum karena tetap mengeluarkan keputusan yang mengesahkan Ratu Atut. Karena KPUD melanggar hukum, maka konsekuensinya Keppres itu cacat hukum," kata Bonaran. Selain menyalahi Peraturan Pemerintah No 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Daerah, Ratu Atut juga dinilai telah melanggar pasal 58 Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang secara tegas menyatakan peserta pilkada harus bukan pejabat daerah yang sedang menjabat.

Selain pemeriksaan kelengkapan berkas, di sidang pertama itu majelis hakim juga melontarkan sejumlah saran perbaikan permohonan kepada pemohon. Menurut rencana, sidang ini bakal kembali digelar, Senin (26/3), untuk menyerahkan perbaikan permohonan. [EL, Ant]

[sumber: Gatra Online]